Menolak Harga Game Mahal, Tapi Skin Mahal Tetap Dibeli - Can't Pause for Gaming

Home Top Ad

Responsive Ads Here

30 March 2024

Menolak Harga Game Mahal, Tapi Skin Mahal Tetap Dibeli



Coba sebutkan harga game yang ramah di kantong tanpa ada program diskon dari penyedia platform! Ramah di kantong yang dimaksud adalah game-game yang memang harganya murah dan bisa dibeli oleh banyak orang dengan kondisi ekonomi yang sekarang ini. Beberapa dari Anda mungkin akan menyebutkan game-game indie yang memang harganya lebih murah ketimbang dari game AAA yang harga gamenya bisa mencapai jutaan. Coba Anda bandingkan dengan harga skin/kosmetik yang ada di dalam kebanyakan game.
 
Dalam beberapa tahun terakhir, industri game telah mengubah perilaku konsumsi pemain-pemainnya. Fenomena menarik muncul ketika banyak gamer yang enggan membeli game dengan harga tinggi, terutama game kelas AAA, namun justru banyak gamer yang rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli skin atau item kosmetik di dalam game. Meskipun skin tersebut tidak memberikan pengaruh pada performa permainan, nilainya sebagai barang estetika menjadi daya tarik sendiri. Ini memunculkan paradoks dalam ekonomi game modern, di mana game mahal dianggap kurang sepadan tetapi mikrotransaksi untuk skin justru menjadi tren yang semakin digemari.
 
Alasan di balik perilaku ini dapat ditelusuri melalu beberapa faktor psikologis dan sosial. Bagi banyak gamer, skin mahal memberikan kepuasan emosional yang bersifat langsung, baik dalam hal personalisasi karakter maupun status sosial di dalam komunitas game. Skin langka atau eksklusif sering kali menjadi simbol status, membuat pemiliknya terlihat lebih berkelas di mata pemain lain. Fenomena ini juga dipicu oleh faktor seperti FOMO (Fear of Missing Out) dan strategi pemasaran game yang mengandalkan kelangkaan dan urgensi. Dalam hal ini, pemain merasa bahwa memiliki skin yang unik lebih mendukung identitas mereka dalam permainan, daripada membayar mahal untuk game itu sendiri.
 
Fenomena ini menggambarkan bagaimana ekonomi game telah bergeser dari fokus pada penjualan game secara keseluruhan menuju model pendapatan berbasis mikrotransaksi. Sementara beberapa pemain menolak membeli game dengan harga penuh karena dianggap terlalu mahal apalagi belum termasuk dengan rangkaian DLC yang ada. Mereka lebih memilih untuk membelanjakan uang pada hal-hal yang secara psikologis lebih memuaskan.
 
Game Black Myth: Wukong saat ini harganya hampir mencapai Rp1.000.000 yang mana tidak semua orang mau dan mampu untuk membelinya. (sumber: Steam)
 
Baca juga: Pilih Mana: Solo Player atau Mabar?
 
Mengapa banyak orang tidak mau membeli game?
 
Ada banyak alasan kenapa banyak gamer yang tidak mau membeli game secara utuh, baik itu game tanpa DLC atau game dengan DLC sekalipun. Beberapa platform bahkan menyediakan fitur diskon musiman seperti Steam dan bahkan di Epic Game Store juga sering membagikan game-game gratis yang bisa dimainkan. Tapi, memang masih banyak orang yang tidak mau mengeluarkan sedikit pun uang untuk membeli game yang mereka inginkan. Berikut alasannya:

1. Harga yang mahal.
 
Game asli seringkali memiliki harga yang sangat tinggi dan sulit untuk dijangkau pada gamer yang memiliki keterbatasan ekonomi, terutama game-game AAA (kelas premium). Karena faktor ketidakmampuan ekonomi inilah mereka memilih jalan alternatif dengan mengunduh game bajakan sebagai bentuk penghindaran risiko finansial yang menjadikan dorongan utama mereka. Gamer jenis ini cenderung memilih tindakan yang menghindarkan mereka dari risiko pengeluaran besar, terutama jika mereka merasa produk tersebut tidak sepenuhnya sepadan dengan biaya yang mereka keluarkan.

2. Akses yang mudah.

Game bajakan seringkali lebih mudah diakses daripada versi asli, terutama di negara-negara dengan keterbatasan distribusi game atau akses ke toko digital yang dibatasi secara regional. Ini terkait dengan teori perilaku terencana, di mana orang lebih mungkin melakukan tindakan yang mereka anggap lebih mudah dilakukan atau memiliki lebih sedikit hambatan. Jika mengunduh game bajakan lebih mudah dan lebih cepat daripada membeli versi asli, banyak yang akan tergoda untuk melakukannya.

3. Tidak ada hukuman atau konsekuensi yang jelas.

Banyak orang yang merasa bahwa kemungkinan tertangkap atau mendapatkan hukuman karena mengunduh game bajakan sangatlah rendah, atau bahkan tidak ada sama sekali di regionnya. Ini meciptakan perasaan aman dalam melakukan aktivitas ilegal tersebut. Ini bisa dijelaskan dengan teori pembelajaran sosial yang mana orang akan cenderung meniru perilaku yang mereka lihat di lingkungan sosial mereka, terutama jika perilaku tersebut tidak dihukum dan memberikan keuntungan pada pelakunya.
 
Jika mereka melihat bahwa teman-temannya atau orang lain yang mengunduh game bajakan tanpa konsekuensi, mereka mungkin merasa tindakan tersebut dapat diterima. Meskipun ada faktor risiko lain seperti terinfeksi virus atau malware, namun ini hampir tidak dirasa secara langsung sehingga merasa aman.

4. Merasa game tidak bernilai untuk dibeli.

Beberapa orang mungkin merasa bahwa kualitas game tertentu tidak sepadan dengan harganya. Mereka merasa bahwa mengunduh game bajakan bukanlah hal yang salah karena, menurut mereka, pengembang tidak layak mendapatkan uang untuk produk tersebut. Sehingga gamer tidak akan merasa kecewa apabila telah memainkan gamenya dan tidak sesuai ekspektasi mereka.

Hal ini dapat dikaitkan dengan dissonansi kognitif, di mana ini adalah konsep penting dalam psikologis sosial untuk orang yang mencoba mengurangi ketidaknyamanan atau ketidakselarasan antara keyakinan dan tindakan mereka. Dalam konteks ini, seseorang mungkin merasa bersalah karena mencuri (mengunduh bajakan), tetapi mereka merasionalisasi tindakan mereka dengan mengatakan bahwa game tersebut tidak layak dibeli (biasanya ditulis dalam bentuk review).
 
5. Norma sosial yang longgar terhadap pembajakan.
 
Di Indonesia maupun beberapa negara di luar sana, norma sosial tentang pembajakan lebih longgar atau tidak ketat. Banyak orang yang merasa bahwa pembajakan game adalah hal yang normal dan dapat diterima, terutama jika banyak orang di sekitar mereka juga melakukan hal yang sama. Hal inilah yang menjadi 'normalisasi' meskipun sebenarnya ini adalah kriminal.

Ada istilah tentang konfornitas sosial, di mana orang cenderung mengikuti norma dan perilaku yang diterima di lingkungan sosial mereka. Jika lingkungan mereka memandang pembajakan sebagai hal yang wajar atau bahkan mendukungnya, mereka lebih mungkin untuk ikut serta dalam perilaku tersebut.

6. Rasa penasaran.
 
Beberapa orang mungkin download game bajakan karena timbul rasa penasaran untuk mencoba memainkan gamenya, namun tidak ingin mengambil risiko mengeluarkan uang hanya untuk mencoba game tersebut. Walaupun di Steam ada kebijakan pengembalian uang secara utuh apabila kita kecewa memainkan suatu game dalam kondisi di bawah 2 jam, tetapi sebagian orang masih merasa tidak sepadan dengan risiko mengeluarkan uang yang banyak untuk hal ini. Mereka yang mungkin berencana akan membeli gamenya ketika mencoba game bajakan terlebih dahulu, tidak jarang kalau mereka malah tidak jadi membeli gamenya karena sudah memiliki game bajakannya.
 
Mungkin ini cocok disebut sebagai psikologi eksplorasi, di mana ini adalah dorongan alami untuk mencoba sesuatu yang baru tanpa harus berkomitmen sepenuhnya yang dapat dihubungkan dengan perilaku impulsif dan keinginan untuk meminimalisir risiko atau biaya.
 
Di dalam dunia psikologi sosial, fenomena-fenomena ini bisa dipahami dari berbagai perspektif yang berhubungan dengan perilaku kelompok, motivasi individu, dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor seperti ekonomi, norma sosial, dan psikologis semuanya berperan dalam mendorong seseorang untuk memilih jalur yang tidak sah seperti pembajakan.
 
Salah satu deretan skin termahal yang ada di game Mobile Legends dengan rate yang sangat kecil dan harus mengumpulkan pola tertentu untuk bisa mendapatkannya, tidak heran kalau sampai harus mengeluarkan jutaan rupiah untuk mendapatkan 1 dari beberapa skin tema tertentu ini.
 
 
Lantas, mengapa banyak orang rela membeli skin/kosmetik in game yang mahal?

Pembelian skin atau item kosmetik mahal dalam game merupakan fenomena yang cukup menarik, terutama mengingat banyak item tersebut yang tidak memberikan keuntungan fungsional dalam permainan selain estetika dan kepuasan pribadi. Dalam psikologi sosial, fenomena ini dapat dijelaskan melalui beberapa konsep, seperti teori identitas sosial, signal display theory, hingga teori kepuasan diri. Berikut beberapa alasan mengapa banyak orang yang rela membeli skin mahal:

1. Status dan identitas sosial.
 
Di dalam komunitas game, skin mahal sering kali dapat menjadi simbol sebuah status. Pemain yang memiliki skin langka atau mahal seringkali dianggap sebagai orang yang serius dalam bermain game atau karakter tertentu. Hal ini meningkatkan status sosial mereka di mata pemain lain dan menganggap bahwa ia adalah karakter atau user yang hebat.
 
Dalam teori identitas sosial, orang mengidentifikasi dirinya dengan kelompok sosial tertentu (dalam hal ini adalah komunitas gamer), dengan memliki skin mahal maka mereka dapat memperkuat identitas sosialnya sebagai pemain yang berada di level tinggi dalam hierarki komunitas tersebut. Mereka ingin terlihat lebih unggu atau berbeda dari pemain lain.

Dalam konformitas sosial, beberapa komunitas sosial merasa bahwa ada tekanan sosial atau norma yang mendukung penggunaan skin mahal, di mana mereka yang memiliki skin dianggap keren atau wajib untuk dapat diterima di dalam suatu kelompok.

2. Pengaruh normatif dan aspirasi.

Dalam beberapa kasus, pemain mungkin membeli skin karena mereka ingin meniru orang-orang terekanl, seperti streamer, influencer, pro-player, atau teman mereka yang mereka kagumi dalam komunitasnya. Fenomena ini terkait dengan keinginan untuk diterima dan diakui oleh kelompok sosial mereka.

Ini berkaitan dengan teori pembelajaran sosial, di mana konsep ini menunjukkan bahwa seseorang cenderung meniru perilaku yang mereka lihat itu dihargai oleh orang lain. Jika streamer atau pro-player yang memakai skin tertentu, pemain lain lebih mungkin membeli skin yang sama untuk mengikuti trend tersebut.

3. Keinginan untuk tampil unik dan berbeda.

Banyak pemain yang membeli skin mahal untuk menunjukkan individualitas atau keunikan mereka. Skin yang langka dan eksklusif bisa membuat mereka merasa lebih spesial dan berbeda dari pemian lain, ini bisa meningkatkan rasa harga diri mereka.

Hal ini berkaitan dengan yang namanya signal display theory, di mana teori ini menyatakan bahwa individu menggunakan sumber daya atau atribut tertentu (dalam hal ini adalah skin mahal) sebagai sinyal untuk menunjukkan kekayaan, keterampilan, atau status. Dengan memiliki skin yang mahal, mereka mengirimkan sinyal bahwa mereka mampu membeli barang yang eksklusif dan bernilai tinggi, yang membedakan mereka dari pemain lain.

4. Efek psikologi dari koleksi (collection effect).

Banyak pemain yang merasa puas ketika mereka dapat mengumpulkan skin atau item langka. Pengumpulan ini dapat memberikan rasa pencapaian atau pemenuhan psikologis, seperti ketika seseorang mengumpulkan barang-barang fisik.

Hal ini berkaitan dengan teori kepuasan diri, di mana konsep ini menjelaskan bahwa individu merasa lebih puas ketika mereka memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain, memberikan mereka rasa pencapaian dan kepemilikan yang eksklusif. Dalam hal ini, skin game mahal menjadi objek koleksi yang memberikan nilai emosional.

5. Pengaruh psikologis dari pembelian in-game (microtransactions).

Game modern sering menggunakan teknik desain yang memanfaatkan psikologis perilaku untuk mendorong pemain melakukan pebelian. Ini termasuk seperti loot boxes, limited-time offers, atau bahkan diskon yang menciptakan rasa urgensi atau peluang untuk mendapatkan item eksklusif.

Hal ini berkaitan dengan teori ketergantungan diri, di mana beberapa pemain mungkin merasa terdorong untuk terus membeli skin karena mereka merasa terjebak dalam komitmen yang berkelanjutan (escalation of commitment). Mereka mungkin berpikir bawah sudah menghabiskan banyak uang di dalam game tertentu maka ia harus melanjutkannya dan ini sering kali dikenal sebagai sunk cost fallacy.

6. Self-expression dan customization.

Banya gamer memandang skin sebagai cara untuk mengekspresikan diri dalam sebuah permainan. Mereka memilih skin yang sesuai dengan preferensi estetika, atau gaya bermain mereka. Ini memungkinkan pemain untuk merasa lebih terlibat secara personal dama pengalaman bermain mereka.

Teori ekspresi diri adalah hal yang tepat untuk dikaitkan dengan hal ini, di mana konsep ini menjelaskan bahwa orang menggunakan barang-barang yang mereka miliki untuk mengekspresikan identitas dan preferensi mereka. Memiliki skin yang unik atau mahal memungkinkan mereka untuk menonjokan kepribadian mereka di dalam dunia virtual.

7. FOMO (fear of missing out).

Beberapa game menawarkan skin dalam waktu terbatas, dan ini menciptakan rasa FOMO atau ketakutan akan ketinggalan. Pemain merasa bahwa jika mereka tidak segera membeli, kesempatan untuk memiliki skin tersebut akan hilang selamanya. Padahal, developer biasanya akan menjual kembali skin tersebut apabila memang penjualannya bagus.

Ini berkaitan dengan teori ketidakpastian dan kelangkaan, di mana orang lebih cenderung menginginkan sesuatu yang dianggap langka atau terbatas. Skin yang hanya tersedia dalam jangka waktu singkat menciptakan kesan eksklusivitas dan urgensi sehingga memotivasi pemain untuk segera melakukan pembelian.

Fenomena pembelian skin mahal dalam game memiliki peran penting dalam aspek sosial dan psikologis game itu sendiri, di mana status, identitas, dan keinginan player untuk tampil unik dan berbeda menjadi sebuah keputusan utama dalam melakukan pembelian. Tidak heran apabila orang cenderung memilih aksesoris atau skin dalam game ketimbang hanya membeli game dengan sekali beli.

Semoga artikel ini bermanfaat.

No comments:

Post a Comment