Kekhawatiran Developer dan Publisher Game Jepang Melawan China - Can't Pause for Gaming

Home Top Ad

Responsive Ads Here

08 February 2025

Kekhawatiran Developer dan Publisher Game Jepang Melawan China

 
 
Industri anime, manga, dan game Jepang yang selama bertahun-tahun menjadi raksasa di dunia kini menghadapi tantangan besar dari China. Developer dan publisher game di Jepang mulai merasakan tekanan dari pesaing mereka yang berkembang pesat dalam kualitas dan skala produksi game. Berbekal dengan investasi yang besar, teknologi yang canggih, serta strategi pemasaran yang begitu agresif, industri kreatif terutama perusahaan game dari China berhasil menarik perhatian gamer secara global, termasuk di pasar Jepang sendiri.
 
Salah satu faktor utama yang membuat indusrtri game Jepang waspada adalah dominasi game mobile dan live-service yang disuguhkan oleh game China. Game seperti Genshin Impact, Honkai Star Rail, Zenless Zone Zero, hingga Azur Lane sukses merebut hati pemain Jepang dengan kualitas grafis yang memukau, gameplay yang inovatif, serta kolaborasi dengan seiyuu-seiyuu yang terkenal. Sementara itu, banyak game Jepang yang masih mengandalkan formula lama yang kurang fleksibel terhadap tren baru, membuat mereka kesulitan bersaing dalam pasar yang semakin kompetitif.
 
Di sisi lain, developer game di Jepang masih memiliki keunggulan dalam menciptakan game dengan nilai produksi yang tinggi untuk console dan PC, seperti Final Fantasy, Monster Hunter, hingga Elden Ring. Namun, dengan ekspansi agresif perusahaan China ke platform ini, persaingan akan semakin ketat. Tantangan besar ini memaksa industri game Jepang untuk segera beradaptasi, baik melalui inovasi, kolaborasi, maupun penerapan strategi marketing baru dalam pengembangan dan pemasaran game mereka.
 
 
Sedikit cerita yang pernah saya alami...
 
Pada tahun 2017-2020, saya pernah terlibat langsung dalam industri kreatif Jepang yang terdiri dari berbagai macam produk entertainment, salah satunya adalah game. Meskipun saya tidak hadir di Jepang sana, namun beberapa petinggi dan staff dari Jepang bekerja di Indonesia dan kami saling berkomunikasi dengan intens setiap harinya. Obrolan kami lebih dominan tentang project-project yang sedang kami garap waktu itu, namun ada juga obrolan ringan yang membahas tentang industri kreatif di Jepang, Barat, Korea, dan China.
 
Pada tahun tersebut, banyak penggiat indutri kreatif di Jepang mulai merasakan kehadiran produk China yang dinilai memiliki daya tariknya sendiri. Mulai anime, manga, hinga ke game, mereka menghadirkan produk yang bernilai tinggi yang dianggap mampu untuk bersaing secara global, terutama Jepang karena sejak lama Jepang dikenal sebagai penghasil anime, manga, dan game yang berkualitas. Hal ini juga dibicarakan oleh para fans dan otaku yang mulai mengutarakan kekaguman dan kekhawatiran mereka di internet.
 
Game Fate/Grand Order (FGO) saat itu menjadi primadona di antara banyaknya game-game yang ada, tidak heran mereka menduduki tingkat puncak sebagai game yang paling menghasilkan setiap bulannya. Namun, ketika dirilisnya Honkai Impact 3rd, saya sempat berdiskusi apakah game China akan mengambil alih posisi teratas dari game-game Jepang? Beberapa staff mengungkapkan pendapatnya masing-masing dan banyak dari mereka yang mengatakan bahwa China masih terlalu dini untuk mengalahkan Jepang, karena mereka yakin kalau banyak fans yang tertarik dengan game rilisan Jepang.
 
Pendapat ini bukanlah mewakilkan semua developer atau publisher yang ada di Jepang, tapi setidaknya ini memberikan gambaran sedikit bagi saya untuk melihat bahwa mereka masih percaya diri menghadapi persaingan ke depannya. Namun, akhir-akhir ini banyak artikel yang mengatakan bahwa mereka ketar-ketir menghadapi game dari China yang dinilai lebih 'menarik' ketimbang game buatan Jepang.
 
Game Fate/Grand Order yang kami bicarakan saat itu, di mana game ini sangat populer di negara Jepang dan barat, namun belum dirilis secara global keseluruhan. (sumber gambar: SensorTower)
 
Game Honkai Impact 3rd pertama kali dirilis menawarkan nuansa yang berbeda, di mana genre hack and slash dengan tema dungeon quest stamina based ini menyuguhkan grafik yang sangat menawan dengan karakter waifu. (sumber gambar: BlueStacks)
 
Perbedaan game Jepang dan China.
 
Perbincangan antara perbedaan industri game Jepang dan China saat ini menjadi sebuah fenomena yang sangat hangat di kalangan gamer global. Jepang yang dikenal sebagai pelopor industri game modern dengan warisan intellectual property (IP) legendaris, sementara China berkembang pesat dengan inovasi dan strategi pemasaran yang agresif. Meskipun keduanya memiliki keunggulan masing-masing, ada beberapa aspek utama yang bisa dibandingkan, mulai dari kualitas produksi, inovasi gameplay, hingga strategi bisnis yang mereka terapkan.
 
Inovasi Gameplay.
Game Jepang sering kali mengandalkan formula gameplay yang sudah terbukti sukses, seperti turn-based RPG dalam Persona atau action RPG dalam Monster Hunter. Meskipun inovasi tetap ada, banyak game Jepang yang masih mempertahankan mekanisme klasik yang menjadi ciri khas mereka.
 
Di sisi lain, game China lebih fleksibel dalam bereksperimen dengan genre dan sistem baru. Genshin Impact, misalnya, menggabungkan elemen open world ala Breath of the Wild (terlepas dari masalah hak cipta) dengan sistem gacha yang menarik. Selain itu, game China juga cenderung lebih cepat dalam mengadopsi teknologi terbaru, seperti AI dalam pengembangan NPC atau motion capture tingkat tinggi untuk animasi karakter.
 
Strategi Marketing.
Salah satu perbedaan terbesar antara game Jepang dan China adalah model bisnisnya. Jepang masih mengandalkan model tradisional seperti penjualan gacha di dalam game dan ekspansi DLC atau konten untuk dapat mengakses penuh game secara keseluruhan.
 
Sebaliknya, game China lebih fokus pada model free to play dengan monetisasi berbasis gacha dan monthly pass tanpa perlu membeli DLC atau konten lain untuk menikmati game secara keseluruhan. Perusahaan China juga lebih agresif dalam merilis konten baru secara berkala untuk mempertahankan player dalam jangka panjang. Pendekatan ini terbukti sukses dalam game seperti Azur Lane, Wuthering waves, dan Tower of Fantasy yang memiliki sistem event rutin dan koleksi karakter yang terus diperbarui.
 
Daya Tarik Pasar.
Game Jepang masih memiliki daya tarik yang kuat secara global, terutama game-game yang memiliki franchise besar seperti Fate/Grand Order, Zelda, hingga Atelier series. Namun, popularitas game-game tersebut cenderung lebih bertahan di kalangan penggemar lama dibanding menarik pemain baru secara agresif.
 
Sebaliknya, game China lebih aktif dalam menargetkan pasar global, terutama dengan memanfaatkan elemen budaya yang universal, seperti anime-style, desain karakter yang menarik, gameplay yang memukau, hingga ke voice acting multibahasa. Banyak game China juga menawarkan akses lebih luas dengan server globalnya, sementara game Jepang sering kali membatasi servernya ke regional yang lebih ketat.
 
Jangkauan Platform.
Game Jepang masih terlalu kaku untuk meluncurkan gamenya di multi-platform, hal ini dikarenakan faktor jumlah pekerja yang tergabung di dalam project, besarnya biaya yang harus ditanggung, hingga waktu yang harus ditempuh untuk bisa menyelesaikan project multi-platform berjalan secara mulus bersamaan. Banyak developer maupun publisher yang masih mementingkan eksklusifitas game mereka hanya di satu platform saja.
 
Sebaliknya, game China sangat agresif dalam meluncurkan game-game mereka sehingga bisa dimainkan di berbagai macam platform. Mereka paham akan potensi jumlah dan minat pemain dari satu platform ke platform lainnya yang mana akan meningkatkan probabilitas revenue untuk bisnisnya.
 
Game Jepang maupun China memiliki keunggulannya masing-masing. Jepang unggul dalam kekuatan franchise ikonik mereka sementara China lebih inovatif dalam gameplay dan strategi marketingnya. Persaingan ketat ini akan membuat industri game semakin kompetitif dan saling beradaptasi dengan tren baru yang mengandalkan ekspektasi para pemain secara global.
 
 
Trend Masa Depan: Perang IP Demi Kolaborasi.
 
Di masa sekarang ini, Jepang telah menduduki posisi yang kuat dengan game-game mereka dikarenakan mereka memiliki Intelectual Property (IP) atau Hak Kekayaan Intelektual. Sedangkan China, perlahan tapi terus berkembang, mereka juga berusaha untuk membentuk IP dari setiap game yang dirilis sehingga akan mendapatkan keuntungan tersendiri untuk di berbagai macam produk seperti anime, komik, film, bahkan kolaborasi antar game.
 
Perang IP ini akan terus terjadi, di mana setiap developer atau publisher berusaha untuk memberikan hal-hal yang ikonik untuk bersaing secara agresif dalam menciptakan, mengembangkan, dan mengamankan IP yang kuat untuk mereka sendiri maupun lintas media dan brand. Bukan hanya membuat karakter atau game yang bagus, namun lebih luas daripada itu yang mana akan menciptakan dunia yang bisa dikembangkan ke banyak arah.
 
IP - Menciptakan dan Menguasai Franchise yang Kuat.
Di masa mendatang, kekuatan perusahaan game akan sangat ditentukan oleh seberapa besar dan ikonik IP mereka. IP yang sukses seperti Pokemon, Final Fantasy, hingga Genshin Impact bukanlah hanya sekadar game belaka, namun brand global yang bisa menjual produk, hiburan di media lain, menjalin kolaborasi, hingga jasa yang mungkin belum ada sekarang ini.
 
Misalnya, game Pokemon yang membuat merchandise unik dan ikonik seperti bantal Pokeball bisa menggaet pasar, Fate yang terkenal dengan kafe event akan menarik audience, hingga game-game yang saling kolaborasi seperti Cherry Tale dan Ark Re:Code.
 
IP - Sumber Ekonomi Kreatif.
Kolaborasi di industri game kini menjadi strategi yang sangat bagus untuk menarik audience baru dan mempertahankan player lama. Namun, tidak semua game bisa mendapatkan kesempatan kolaborasi yang cemerlang, hanya IP yang sudah memiliki reputasi yang kuat sehingga bisa tercipta simbiosis mutualisme.
 
IP - Ekosistem, Bukan Sekadar Produk.
Di masa mendatang, IP akan menjadi pusat dari ekosistem di industri game. Game itu sendiri bukanlah satu-satunya tujuan, tetapi menjadi pintu masuk ke dunia yang lebih luas, seperti merchandise, anime, manga, light novel, film, vtuber, hingga event. Perusahaan yang gagal membangun IP yang kuat akan tertinggal, sementara yang sukses akan memiliki daya saing luar biasa di dunia game dan entertainment.
 
Kolaborasi game China yang bernama Honkai Star Rail dengan game Jepang yang bernama Fate/Stay Night memunculkan reaksi yang luar biasa di kalangan gamer.
 
Kolaborasi game dewasa yang bernama Cherry Tale dengan vtuber Projekt Melody yang tergabung ke dalam VShojo dari Amerika Serikat.
 
Langkah yang Harus Diambil Developer dan Publisher Game Jepang.
 
Dari perbedaan-perbedaan game Jepang dan China di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bagaimana langkah-langkah yang harus diambil oleh para developer dan publisher game Jepang untuk menghadapi gempuran game-game dari China. Langkah ini harus bersifat strategis yang tidak hanya mempertahankan citra mereka, tetapi juga harus mendorong dan beradaptasi dengan trend global.
 
1. Game Jepang harus bisa meningkatkan inovasi dan fleksibilitas dalam game mereka. Banyak dari mereka yang masih terlalu bergantung kepada formula klasik, maka dari itu seharusnya developer harus lebih berani bereksperimen dengan genre baru atau elemen-elemen baru di dalam gamenya.
 
2. Membentuk dan mengembangkan IP global juga merupakan strategi yang bagus namun butuh penyegaran agar tetap kompetitif. Banyak IP yang memiliki potensi berkembang di lintas media yang mana seharusnya bisa fokus pada dunia dan karakter yang memiliki daya tarik internasional, bukan hanya domestik saja.
 
3. Menyesuaikan strategi dan monetisasi konten di dalam mereka juga harus diubah. China unggul dalam game live service mereka yang mana monetisasi fokus pada free to play dan gacha. Developer Jepang perlu menyeimbangkan kualitas dan kenyamanan monetisasi ini dengan cara membuat player untuk tidak dipaksa membayar mahal, atau yang biasa disebut sebagai pelit. Seperti free pull gacha yang lebih atau sama seperti banyaknya pull di game China dalam sebulan, atau rate maupun chance yang juga perlu diperbaiki.
 
4. Berinvestasi dalam teknologi dan talenta muda juga bisa menjadi sebuah solusi, karena selama ini yang kita kenal kalau game Jepang lebih banyak berpusat pada Jepang itu sendiri. Meningkatkan kolaborasi dengan studio luar negeri atau membuka cabang di luar negeri untuk ekspansi produksi juga bisa dilakukan supaya bisa memberi ruang bagi developer hingga pekerja seni muda yang kreatif untuk berinovasi, tidak hanya mengandalkan senioritas semata.
 
5. Developer dan publisher game Jepang harus mau untuk merilis game mereka secara global untuk bisa bersaing dengan game dari China supaya bisa memperluas jangkauan audience. Bisa menggunakan strategi kolaborasi dengan berbagai publisher seperti Tencent, Steam, Epic Games, atau Google Play agar akses dari pasar luar Jepang mudah dijangkau oleh audience. Ditambah dengan perilisan serentak global dengan server yang stabil akan menambah pengalaman bermain yang menyenangkan.
 
6. Perkuat branding game Jepang dengan kekuatan budaya pop mereka, seperti anime, japanese music, hingga seiyu sebagai keunikan dalam persaingan yang ketat ini. Tampilkan ciri khas Jepang dengan pendekatan modern agar tidak hanya menjadi sebuah nostalgia namun juga relevan dengan perkembangan zaman.
 
Langkah-langkah di atas mungkin sudah banyak dilakukan oleh beberapa developer maupun publisher di Jepang, namun apabila tidak berhasil maka harus segera mengubah strategi yang lebih baik agar tidak kalah bersaing dengan game dari China. Apabila sudah berhasil, maka keseimbangan kekuatan game Jepang dengan inovasinya dan kemampuan untuk merespon pasar global membuat game Jepang tidak hanya bisa bertahan, namun juga bisa kembali mendominasi industri game global.

No comments:

Post a Comment